7 Jul 2010

HERBAL tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai ramuan tradisional yang bisa dikonsumsi untuk kesehatan tubuh. Ramuan tersebut juga manjur untuk menyelaraskan fungsi tubuh.

Saat ini, jarang sekali orang yang memanfaatkan khasiat dari herbal. Padahal jika kita tahu, herbal adalah gudangnya untuk kesehatan tubuh. Dikatakan ahli naturopati yang juga seorang dokter, Dr dr Amarullah H Siregar FBIHom, DIHom, DNMed, Msc, MA, PhD, bahwa rata-rata orang lebih memilih mengobati sakitnya saja tanpa harus menghilangkan ujung akar penyebab sakit.

Amarullah mengatakan banyak masyarakat masih memiliki paradigma yang salah tentang berobat. Umumnya, setiap terjadi keluhan, mereka langsung diobati, namun akar masalahnya tidak dicari. Kalau hanya mengobati, berarti tidak memberantas akar penyakit yang ada. Jadi, semestinya harus dicari sumber penyakitnya sehingga dapat dicarikan solusinya.

Penyakit darah tinggi, misalnya. Umumnya penyakit ini hanya diredakan atau distabilkan dengan obat. Padahal, akar penyakitnya ada pada ginjal dan organ itulah yang seharusnya dikembalikan vitalitasnya. ”Paradigma kita seharusnya diubah, bukan berobat tapi minta disembuhkan,” ujar dokter spesialis jantung ini saat menghadiri acara seminar bertema ”Sehat dengan Herbal” yang diadakan PT Deltomed Laboratories, di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Dijelaskan Amarullah, bahwa tubuh kita sebenarnya terbangun oleh kesatuan sistem yang kesemuanya saling berhubungan. Sehingga jika ada satu bagian yang sakit, sisi yang sehat harusnya diberdayakan.

Dalam hal ini, konsepnya adalah keseimbangan. ”Justru di saat sakit, bagian tubuh yang sehat pun harus diberdayakan untuk membantu bagian yang sakit,” tandas dokter kelahiran 19 September 1960 ini.

Dalam kondisi cuaca yang tidak menentu yang terjadi sekarang akibat dampak dari pemanasan global, sudah seharusnya kita menjaga diri agar terhindar dari penyakit, dimulai dari penyakit ringan sampai berat, seperti penyakit yang sehari-hari sering dijumpai, misalnya penyakit flu atau masuk angin.

”Kondisi prima dibutuhkan kapan saja untuk bertahan hidup dan mencegah penyakit yang masuk,” tandas dokter yang banyak mendapat gelar kesehatan dari Amerika ini. Data dari penelitian American Health Coach Association (AHCA) menyatakan bahwa tubuh manusia berada dalam kondisi prima atau dikatakan sehat hanya dalam dua hari dalam satu minggu. Selebihnya berbagai penyakit ringan menghinggapi seperti masuk angin, pusing kepala, pegal-pegal.

Dokter yang menekuni pengobatan herbal (naturopati) herbal ini meyakini bahwa untuk menyelaraskan kembali sistem tubuh manusia, sebaiknya yang dikonsumsi adalah sesuatu yang alami seperti herbal. Herbal memiliki kemampuan memperbaiki keseluruhan sistem dan bekerja sampai ke lingkup sel serta molekuler.

Bahkan, Hippocrates (Bapak Kedokteran) pun pernah menyatakan bahwa hanya alam yang mampu memperbaiki dan sesuai dengan kondisi tubuh manusia. Itu sebabnya, peranan pengobatan secara alami dengan menggunakan herbal dipercaya sebagai pengobatan yang paling sesuai. Sebab, herballah yang bisa menyelaraskan fungsi tubuh yang sakit dengan mengembalikan vitalitasnya.

”Kerja herbal itu dianalogikan dalam filosofi tukang pos. Tanaman herbal akan mengirim khasiat ke organ yang membutuhkan saja, sementara organ yang tidak membutuhkan tidak akan dimasuki,” tuturnya.

Masih dikatakan Amarullah, bahwa obat-obatan modern lebih banyak bertujuan untuk mengobati gejala penyakitnya, tetapi tidak menyembuhkan sumbernya. Berbeda halnya dengan pengobatan herbal yang memiliki pendekatan holistik antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Walaupun pengobatan tradisional harus dikonsumsi dalam jangka panjang dan tidak memberi efek seketika seperti obat modern, efek penyembuhannya tetap sama.

”Pengobatan dengan herbal bukan hendak memusuhi kedokteran modern. Namun, obat konvensional tetap bisa digunakan untuk kondisi yang akut, tapi setelahnya bisa dirawat dengan herbal untuk mengembalikan vitalitas organ yang sakit,” jelasnya.

Namun, bukan berarti semua tumbuhan yang bersifat alami ini aman dikonsumsi. Yang perlu diperhatikan ialah bagaimana pengolahannya. Selain itu, konsumen juga sebaiknya memperhatikan cara pemasakan hingga cara mengonsumsinya.
ORANG yang panjang umur ternyata memiliki gen tertentu yang diwariskan. Meski begitu, belum bisa ditentukan secara medis siapa-siapa saja orang yang akan berumur panjang atau tidak.

Usia manusia memang rahasia terbesar Tuhan. Namun, tidak ada salahnya kita sebagai manusia berusaha ”memperpanjangnya” karena Tuhan sendiri masih memberi kesempatan kepada manusia untuk mengubah takdir. Ilmu kedokteran sejak lama telah mengetahui beragam trik dan metode untuk memperlambat penuaan.

Ternyata hal itu karena kebiasaan sehari-hari yang memengaruhi kesehatan. Kebiasaan sarapan pagi dan naik tangga misalnya, tanpa Anda sadari turut berperan memperbaiki kesehatan. Kebiasaan ini terkesan sepele, tapi seiring waktu, manfaat kebiasaan kecil seperti ini akan terkumpul. Jadi, dengan menjaga kebiasaan sehat, Anda bisa memperpanjang angka harapan hidup.

Namun, sejumlah ilmuwan dari Amerika Serikat yang melakukan penelitian terkait silsilah keluarga dan gaya hidup telah menemukan gen yang ”bertanggung jawab” pada umur panjang manusia. Mereka mendapatkan orang yang hidup hingga 100 tahun atau lebih ternyata memiliki kesamaan gen. Akurasi penemuan ini mencapai 77 persen.

Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam edisi online jurnal ”Science” pada Kamis (1/7), peneliti berusaha memahami bagaimana seseorang bertahan hidup hingga usia tua. Dalam laporannya, sejumlah variasi genetik yang sama ternyata berada dalam diri mereka.

Meski terkait genetik, jangan langsung menghentikan upaya Anda untuk diet dan berolahraga. Bukan berarti hasil penelitian ini bisa menentukan siapa-siapa saja yang bisa panjang umur atau tidak. Karena, menurut Paola T Sebastiani dan Thomas Perls dari Boston University, Amerika Serikat yang masuk dalam tim peneliti, gaya hidup sehat dan faktor lain juga signifikan dalam memengaruhi umur panjang.

Perls menyatakan, kemungkinan hasil penelitian ini bisa mendeteksi siapa saja yang akan lebih rentan terhadap penyakit tertentu. Atau, bisa jadi membantu memberikan panduan proses terapi bagi mereka. Dalam studi ini, peneliti mengamati gen dari 1.055 orang dari ras Kaukasia yang lahir antara 1890 dan 1910, lalu dibandingkan dengan 1.267 orang lainnya yang lahir kemudian.

Dengan mempelajari tanda-tanda genetika, akhirnya para peneliti mampu memprediksi kelompok gen sama yang berasal dari orang yang berusia 100 tahun atau lebih, dengan akurasi hingga 77 persen. ”Sebesar 77 persen akurasi yang sangat tinggi untuk model genetika yang sama,” kata Sebastiani. ”Tapi ada 23 persen tingkat eror yang menunjukkan ada banyak hal yang masih harus ditemukan,” lanjutnya seperti dikutip Associated Press.

Terlepas dari kondisi lingkungan dan sejarah kesehatan seseorang, gen ini terbukti mampu bekerja secara kompleks untuk memberikan usia panjang. Peneliti menamai model unik genetika termasuk 150 variannya dengan sebutan single nucleotide polymorphisms (SNPs).

Dalam penelitian, partisipan dibagi dalam 19 kelompok dengan tanda genetika berbeda yang ditemukan dalam tubuh mereka. Beberapa gen memiliki korelasi dengan bertahan hidup lebih lama, sementara gen yang lain berfungsi menunda timbulnya penyakit yang berkaitan dengan usia seperti demensia.

”Kami menemukan fakta bahwa apa yang memengaruhi panjang umur bukanlah kurangnya kaitan berbagai penyakit, namun keberadaan varian protektif,” tuturnya. Selain itu, 40 persen dari manula yang berusia lebih dari 110 tahun itu memiliki tiga varian genetika tertentu yang sama. Perls mengingatkan bahwa persoalan ini adalah teka-teki genetika yang sangat kompleks.

”Kami masih, sedang, dan terus akan mencari tahu pola apa yang diatur oleh gen baru ini,” katanya. ”Saya melihat kompleksitas teka-teki ini dan merasa bahwa (hasil penelitian) ini tidak akan mengarah pada pengobatan yang akan membuat orang menjadi panjang umur,” katanya.

Tetapi, lanjut dia, penelitian ini dapat membantu dalam mengembangkan strategi dan pelacakan yang akan membantu menemukan perawatan apa yang akan dibutuhkan untuk mencegah ancaman penyakit. Studi yang dimulai sejak 1995 ini memang hanya fokus pada orang dengan ras Kaukasia.

”Jadi, sebab-musabab dari umur panjang telah terkuak. Ternyata gen juga memainkan peran,” kata Dr Kenneth S Kendler dari Department of Human and Molecular Genetics di Virginia Commonwealth University, Amerika Serikat.